Menhan Kim Yong-hyun Mundur di Tengah Kekacauan Politik dan Krisis Darurat Militer Korsel
Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong-hyun | Foto: koreatimes
VAZNEWS.COM – Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong-hyun, resmi mengundurkan diri pada Kamis (4/12), menyusul kekacauan politik yang dipicu oleh pemberlakuan darurat militer sementara oleh Presiden Yoon Suk Yeol.
Pengunduran diri ini diumumkan oleh kantor kepresidenan, yang juga mengonfirmasi bahwa Duta Besar untuk Arab Saudi, Choi Byung-hyuk, telah dicalonkan sebagai pengganti Kim.
"Hari ini, Presiden menerima pengunduran diri Menteri Pertahanan Nasional Kim Yong-hyun dan menyetujui pencalonan Choi Byung-hyuk sebagai menteri baru," demikian pernyataan resmi dari kantor Presiden Yoon.
Langkah kontroversial Presiden Yoon yang mengumumkan darurat militer melalui pidato yang disiarkan televisi secara mendadak pada Selasa malam telah memicu gelombang protes besar-besaran di ibu kota Seoul.
Keputusan tersebut ditarik kembali hanya dalam hitungan jam setelah mendapatkan kecaman luas, termasuk dari Majelis Nasional Korea Selatan yang memberikan suara telak 190-0 untuk membatalkan kebijakan tersebut.
Malam Penuh Ketegangan di Seoul
Deklarasi darurat militer oleh Yoon membawa kenangan buruk bagi masyarakat Korea Selatan, mengingatkan mereka pada era rezim diktator pascaperang. Langkah ini dianggap sebagai upaya otoriter yang membahayakan demokrasi negara.
Demonstrasi damai berlangsung sepanjang malam di luar Majelis Nasional. Ribuan warga berkumpul, meneriakkan, "Akhiri darurat militer!" Sementara itu, kelompok serikat pekerja yang memiliki lebih dari satu juta anggota menyerukan mogok umum tanpa batas waktu untuk menuntut pengunduran diri Presiden Yoon.
Beberapa ruas jalan utama di Seoul diblokir oleh massa, sementara di Majelis Nasional, suasana semakin panas. Dalam sidang mendadak, mayoritas parlemen dengan cepat mencabut kebijakan darurat militer, sebuah langkah yang jarang terjadi dalam sejarah politik Korea Selatan.
Pengunduran Diri Kolektif Ajudan Presiden
Situasi politik semakin memanas pada Rabu pagi, ketika sejumlah ajudan senior Presiden Yoon, termasuk kepala stafnya, mengajukan pengunduran diri secara kolektif. Langkah ini diambil sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kekacauan yang terjadi akibat kebijakan darurat militer.
Kantor berita nasional Yonhap melaporkan bahwa keputusan pengunduran diri ini menunjukkan keretakan besar dalam pemerintahan Yoon, yang kini menghadapi tekanan kuat dari berbagai pihak, termasuk oposisi, masyarakat sipil, dan bahkan kelompok pekerja.
Tuntutan Pengunduran Diri Presiden Yoon
Gelombang protes di Seoul tidak hanya menuntut pembatalan darurat militer tetapi juga menyerukan pengunduran diri Presiden Yoon Suk Yeol. Para pengunjuk rasa menganggap kebijakan darurat militer sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap demokrasi Korea Selatan.
Serikat pekerja besar di negara itu telah mengumumkan "mogok umum tak terbatas," menambah tekanan pada pemerintahan Yoon. Tindakan kolektif ini menandakan tingkat ketidakpuasan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap presiden yang baru menjabat sejak 2022.
Masa Depan Politik yang Tidak Pasti
Meskipun kebijakan darurat militer telah dibatalkan, dampaknya masih terasa. Analis politik melihat krisis ini sebagai titik balik dalam pemerintahan Yoon. Pengunduran diri Kim Yong-hyun dan para ajudan seniornya menimbulkan pertanyaan tentang stabilitas politik di Korea Selatan.
Saat ini, belum jelas apakah Presiden Yoon dapat mengatasi krisis ini atau apakah ia akan menghadapi lebih banyak tekanan untuk mundur dari jabatannya. Demonstrasi besar-besaran dan mogok kerja yang meluas menjadi tantangan serius bagi pemerintahannya.
Reaksi Internasional
Krisis politik di Korea Selatan juga menjadi perhatian dunia internasional, terutama karena negara ini merupakan salah satu sekutu utama Amerika Serikat di Asia. Stabilitas politik di Korea Selatan sangat penting bagi keamanan kawasan, terutama dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Namun, dengan tekanan yang terus meningkat di dalam negeri, masa depan politik Presiden Yoon tampak semakin rapuh. Pertanyaannya kini adalah, apakah ia mampu memulihkan kepercayaan publik atau harus menghadapi akhir karier politiknya lebih cepat dari yang diharapkan.